Kamis, 28 Mei 2009

KLASIFIKASI ILMU DALAM ISLAM

I. Sumber dan Metode Ilmu
Kehidupan agama Islam di panggung sejarah peradaban manusia memiliki arti tersendiri, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan. Ilmu dalam Islam berdasarkan paham kesatupaduan yang merupakan inti wahyu Allah Swt. Tujuan dari semua ilmu dikembangkan berdasarkan Islam ialah untuk menunjukkan kesatupaduan dan saling berhubungan dari segala yang ada. Turunnya wahyu Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw, membawa semangat baru bagi dunia ilmu pengetahuan, memecahkan kebekuan zaman. Lahirnya Islam membawa manusia kepada sumber-sumber pengetahuan lain dengan tujuan baru, yakni lahirnya tradisi intel-induktif.
Al-Qur’an menganggap ”anfas” (ego) dan ”afak” (dunia) sebagai sumber pengetahuan. Allah menumpahkan tanda-tanda-Nya dalam pengalaman batin dan juga pengalaman lahir. Ilmu dalam Islam memiliki kapasitas yang sangat luas, pengalaman batin merupakan pengembangan manusia terhadap seluruh potensi jiwa dan inteleknya. Jiwa kebudayaan Islam yang diarahkan kepada yang konkrit dan terbatas serta yang telah melahirkan metode observasi dan eksperimen bukanlah sebuah hasil kompromi dengan pikiran Yunani.
II. Keterbatasan Ilmu
Manusia diberi anugerah oleh Allah dengan alat-alat kognitif yang alami terpasang pada dirinya. Dengan alat ini manusia mengadakan observasi, eksperimentasi, dan rasionalisasi.
Keterbatasan ilmu manusia tidak menghilangkan makna ayat-ayat Allah di alam semesta yang diciptakan agar manusia dapat mengenal eksistensinya. Makna ayat-ayat Allah tetap relevan mengantarkan manusia kepada Tauhid dari dahulu hingga sekarang, dari zaman batu hingga zaman komputer.
III. Ilmu-Ilmu Semu
Banyak orang yang mempelajari ilmu pengetahuan tetapi dirinya bersikap sekuler. Tak terkesan sedikitpun kecenderungan kepada Islam. Ilmu-ilmu seperti inilah yang disebut sebagai ilmu yang semu karena tidak membawa manusia kepada tujuan hakiki.
1. Sikap apriori dari para pencari ilmu dengan tidak meyakini bahwa ajaran Islam benar-benar dari Allah SWT, dan berguna bagi kehidupan manusia di dunia ini.
2. Terbelenggunya akal pikiran karena peniruan yang membabi buta terhadap karya-karya pendahulu (nenek moyang) mereka.
3. Mengikuti persangkaan yang tidak memiliki landasan ilmiah yang kokoh, hanya bersifat spekulatif belaka.
IV. Klasifikasi Ilmu
Beberapa tipe klasifikasi telah dihasilkan dengan berbagai aspek peninjauan dan penghayatan terhadap ilmu-ilmu yang berkemban, diantaranya klasifikasi oleh Al-Kindi (801 – 873 M), Al-Farabi (870 – 950 M), Al-Ghazali (1058 – 1111 M), dan Ibn Khaldun (wafat 1406 M).
Pada dasarnya ilmu itu dibagi atas dua bagian besar, yakni ilmu-ilmu Tanziliyah yaitu ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia terkait dengan nilai-nilai yang diturunkan Allah Swt baik dalam kitab-Nya maupun Hadits-hadits Rasulullah Saw, dan ilmu-ilmu Kauniyah yaitu ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia karena interaksinya dengan alam. Bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits, ilmu-ilmu Tanziliyah telah berkembang sedemikian rupa ke dalam cabang-cabang yang sangat banyak, diantaranya Ulumul Qur’an, Ulumul Hadits, Ushul Fiqh, Tarikhulanbiya, Sirah Nabawiyah, dan lain-lain. Masing-masing ilmu tersebut melahirkan ilmu-ilmu, seperti dalam Ulumul Qur’an ada ilmu Qiroat, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Tajwid, dan lain-lainnya.
Bersumber pada ayat-ayat Allah Swt, di alam raya ini akal manusia melahirkan banyak sekali cabang-cabang ilmu. Ilmu-ilmu yang terkait dengan benda-benda mati melahirkan ilmu kealaman, terkait dengan pribadi manusia melahirkan ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora), dan terkait dengan interaksi antar manusia lahir ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu kealaman melahirkan ilmu astronomi, fisika, kimia, biologi, dan lainnya. Ilmu-ilmu humaniora melahirkan psikologi, bahasa, dan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar